Membakar Semangat Menuntut Ilmu
Ilmu adalah perkara yang sangat penting dalam kehidupan. Kehidupan yang kita jalani butuh kepada ilmu. Ketika manusia hidup di dunia dia butuh pengetahuan dan ilmu tentang hakikat kehidupan dia di dunia. Maka dari itulah, kemuliaan seseorang terletak pada ilmu yang dia miliki. Di dalam Al-Qur’an dan hadits, banyak sekali anjuran untuk menuntut ilmu Allah. Adapun pada pembahasan ini, hal-hal yang akan disampaikan, di antaranya: definisi Ilmu, dalil keutamaan menuntut ilmu, hukum menuntut imu dan perkara yang dibutuhkan dalam menuntut ilmu.
Definisi Ilmu
Apa itu ilmu? Al-Hafidz Ibnu Abdil Barr menyebutkan bahwa ilmu artinya sesuatu yang engkau sudah merasa yakin dan sudah jelas bukti-buktinya di hadapanmu. Seseorang disebut berilmu dengan baik tentang shalat, apabila orang tersebut sudah mengetahui gerakan-gerakan shalat sesuai dengan dalil-dalil dan bukti-bukti dari Al-Qur’an dan hadits.
Adapun orang yang sekedar mengikuti orang lain tanpa mengetahui bukti dan dalil-dalilnya, maka dia disebut muqallid, sedangkan muqallid belumlah bisa dikatakan orang yang berilmu tentang sesuatu beserta dalilnya. Allah senantiasa mengajarkan kepada kita untuk senantiasa mendatangkan dalil dan bukti, Allah berfirman:
قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Katakanlah: “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar” (QS. Al-Baqarah:111).
Allah tidak memerintahkan kepada kita untuk mengikuti apa kata orang tanpa mengetahui dalil atau bukti-bukti dari Al-Qur’an maupun hadits. Allah memberikan kepada manusia tiga alat untuk menuntut ilmu, yaitu hati untuk memahami, mata untuk melihat, telinga untuk mendengar. Allah mensifati penduduk neraka Jahanam dengan sifat tidak menggunakan tiga alat ini di dalam firman-Nya:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raaf: 179).
Hendaklah seorang menggunakan hatinya, misalnya memikirkan apa bukti-bukti akan kebesaran Allah, kebenaran Islam, kebenaran sebuah pendapat.
Maka dari itu, para ulama sendiri berhati-hati di dalam mendengar seseorang yang berbicara masalah agama. Janganlah tergesa-gesa dalam mengambil perkataan orang yang berbicara ilmu.
Dalil Keutamaan Menuntut Ilmu
Firman Allah Ta’ala :
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat dan Allah Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Mujadillah: 11).
Ibnu Abbas menafsirkan: “Allah mengangkat derajat orang yang berilmu di atas orang yang tidak berilmu beberapa derajat yang sangat tinggi”. Tentunya penafsiran Ibnu Abbas ini sepadan dengan hadits yang menunjukkan akan hal itu, di antaranya hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi.
Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: bahwa telah disebutkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dua orang; yang pertama, ‘abid (seorang ahli ibadah). Kedua, ‘alim (seorang yang berilmu). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Keutamaan seorang ‘alim daripada seorang ‘abid, bagaikan keutamaan diriku jika dibandingkan dengan orang yang terendah di antara kamu”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya, semua penduduk langit dan penduduk bumi, hingg
a semut yang berada di dalam lubangnya, juga ikan paus di lautan, selalu bershalawat (mendo’akan) orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR. At-Tirmidzi, hadits hasan shahih)
Firman Allah Ta’ala,
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”(QS. Ali-Imran: 18).
Ayat ini menjadi dalil keutamaan orang yang berilmu, karena Allah bersaksi, kemudian malaikat bersaksi, dan Allah menyebutkan jenis dari manusia hanya satu, yaitu: orang yang berilmu juga bersaksi bahwasanya tidak ada ilaah yang berhak disembah selain Dia.
Firman Allah Ta’ala,
وَقٌل رَب زِدنِى عِلمًا
“…dan katakanlah:”Ya Allah tambahkanlah kepadaku ilmu.”(QS. Taaha: 114).
Ayat ini menunjukkan keutamaan ilmu, karena Allah memerintahkan Nabi-Nya meminta tambahan ilmu, bukan meminta tambahan harta.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ومن سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له به طريقا إلى الجنة
“Barangsiapa yang berjalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.” (HR. Muslim).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَه
“Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu masjid Allah, untuk membaca Al-Qur’an dan mempelajarinya di antara mereka, kecuali akan turun ketenangan, dilingkupi rahmat Allah, dikelilingi para malaikat, disebutkan nama-nama mereka di hadapan malaikat.”(HR. Muslim).
Banyak orang mencegah ilmu pengetahuan
Banyak orang menunda kebaikan bagi dirinya
Ketika seseorang datang padanya dan berkata "maukah kau mendengarkan kisah tentang tsabit bin qais?"..
"Emm, tidak sekarang,.. Mungkin nanti"
Ketika seseorang lain menghampiri dan membawa buku di tangannya. Pada sampul tertulis "Sifat Shalat Nabi". Kemudian ia memalingkan wajahnya dari tangan orang tersebut.
Ketika ia melewati sebuah masjid sepulangnya dari kepenatan rutinitas harian, terdengar sayup sayup seperti khotbah "Saudaraku.. Kesudahan yang baik itu berasal dari kebaikan yang kerap kita sembunyikan..".. Dengan ringan ia menambah kecepatan kendaraannya.
Apa yang terjadi?
Tak ada lagi sosok imam syafi'i yang selalu merasa seakan akan sekujur tubuhnya mendadak memiliki telinga ketika hadits nabi diperdengarkan.
Tak ada sosok seperti al jahizh yang akan langsung meminta izin kepada orang yang membawa buku di hadapannya untuk meminjamkan buku tersebut dan membacanya saat itu juga.
Ketika Abu zur'ah saja masih meriwayatkan hadits bahkan pada detik detik menjelang wafatnya
Bahkan rasulullaah pun tak pernah meminta tambahan dalam doanya melainkan untuk ilmu...
.
Duhai, apa gerangan yang melanda kami. Amalan apa yang telah kami perbuat hingga mendapatkan 'rasa cukup' dan 'qana'ah' sedemikian rupa yang membuat istirahat kami begitu pulas.
.
Bangunlah, jemput ilmu dan amalmu..
Penulis: Dwi Pertiwi
Murojaah: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah
0 komentar:
Posting Komentar