KELILING DUNIA DENGAN PERPUSTAKAAN
Perkenalkan
aku laras, aku seorang gadis pelajar yang hobby sekali membaca buku, aku
mempunyai mata empat setebal buku. Aku seorang yang tergolong famous disekolah,
karena aku seringkali berbicara seorang
sendiri dengan buku buku yang mungkin mereka fikir itu terlihat membosankan.
Aku selalu membawa buku kemanapun aku pergi, mereka sudah seperti sahabatku
sendiri, bahkan aku lebih dekat dengan mereka disbanding temanku sendiri,
makadari itu jarang ada orang yang ingin berteman denganku, mungkin salah satu
factor adalah karena keculunanku. mungkin karena, ketika mereka berbicara
denganku, aku hanya membahas tentang buku buku dan buku. Bahkan aku hamper
hafal seluruh isi buku di perpustakaan sekolah ku, karena waktuku hanya habis
dimakan oleh buku buku itu, aku tak ingin melewatkan satu buku pun disetiap
hari hari ku, karena jika itu terjadi, waktu ku seperti tak berguna saja.
Aku pun terkenal dimata guru guru
karena aku selalu bertanya tentang sesuatu yang belum dipelajari dikelas, dan
teman teman ku pun belum mempelajarinya. Bahkan guru ku pun sampai kikuk ingin
menjawab pertanyaanku seperti bentuk apa, teman temanku hanya menggeleng
gelengkan kepala dengan kejelian yang aku punya ini.
***
Ketika bel lonceng berbunyi, semua
murid memasuki ruangannya masing – masing. Pelajaran pun berlangsung, guru
bahasa dan sastra bertanya kepada murid-murid “anak-anak apa yang kalian
cita-cita kan saat ini dan untuk masa depan?”
Gumam seorang murid “saya mau jadi
dokter bu”
“bagus, itu salah satu pekerjaan
yang mulia” kata sang guru.
“saya mau jadi guru bu” sahut
seorang murid.
“jadi presiden bu” celetuk murid
lain.
“ya, cita-cita yang bagus anak-anak”
kata sang guru.
Tapi, disamping teman-teman kelas
yang berteriak-teriak tentang cita-cita nya, namun Laras hanya diam, sang guru
yang sedari tadi memperhatikan Laras heran seketika.
“Laras, ada apa denganmu? Mengapa
kamu diam saja?” Tanya sang guru.
“hmm… hmm… gapapa kok bu” jawab
Laras gugup.
“apa cita-cita mu Laras?” Tanya sang
guru kembali.
“hah? Cita-cita? Umm… umm… cita-cita
ku ingin pergi keliling keliling dunia dengan mobil perpustakaan bu” jawab
Laras.
Semua murid didalam kelas
mentertawakan dan bersorak kepada Laras.
“woooo.. ha ha ha dasar kutu buku,
mana ada keliling dunia pake mobil perpustakaan!” sorak semua murid.
“iya mana ada! Noh naek pesawat kalo
mau keluar negeri, gapernah keluar negeri sih, jadi norak kaya gitu hahaha”
celetuk seorang murid dengan nada tidak suka.
“sudah-sudah diam” kata sang guru
yang mencoba menenangkan keributan kelas.
“kenapa kamu bercita-cita seperti
itu Laras?” Tanya sang guru.
“aku ingin membuat semua orang
menjadi pintar atas buku yang aku bawa bu” jawab Laras merendah.
“cita-cita yang sangat mulia Laras,
bagus” puji sang guru kepada Laras.
Ketika jam pelajaran telah usai,
semua teman-teman nya mengejek Laras, atas jawaban Laras, terutama Kahvi.
“eh Laras, aku mau keluar negeri
minggu depan, kamu mau ikut gak?” ajak Kahvi.
“kamu mengajakku? Kamu serius?
Tentunya itu pasti sangat menyenangkan bukan? Tapi kamu gabercanda kan? Tanya
Laras penuh harap.
“yaaa bercanda lah! Ha ha ha…
Laras pun tertunduk malu dan lemas
atas celotehan teman-teman nya.
Suatu ketika, disekolah Laras
mengadakan perekrutan crew perpustakaan, ini untuk yang pertama kalinya sekolah
Laras mempunya crew perpustakaan yang akan menjaga buku-buku kesayangannya.
Mendengar berita itu, hati Laras
terbuka bahagia, dia bergegas untuk mendaftarkan dirinya menjadi crew
perpustakaan disekolahnya.
Untuk memenuhi persyaratan, agar dia
dapat diterima menjadi seorang crew, para calon peserta diharuskan ikut untuk
bermalam diperpustakaan.
Laras pun menerima dengan senang
hati persyaratan tersebut.
Ketika malam penyeleksian tiba, para
peserta anggota berkunjung ke pos masing-masing dengan membawa sebuah lilin
kecil ditangan. Kebetulan Laras ditempatkan diruang perpustakaan, sedangkan
calon crew yang lain sedang berada di pos
lain yang berada diluar perpustakaan.
Suasana perpustakaan di malam hari
sangatlah gelap, tak ada lampu yang menyinari, sunyi, sendirian, dan hanya
membawa satu lilin dalam genggaman tangan.
“aduh, ini gelap sekali, seperti uji
nyali saja” ujar Laras.
Suatu ketika, terdengar
bunyi-bunyian aneh ditelinga Laras, Laras yang sudah gemetaran, keringat dingin
tak karuan, jantung yang seperti ingin copot. Dag dig dug.. dag dig dug.
“kreeeeeekkkk” terdengar suara
pintu.
“halooo.. permisii.. siapa disana?”
Laras menyorotkan lilinnya kearah pintu.
Terlihat oleh mata Laras, ada
seseorang yang bersembunyi dibalik tumpukan buku. Tiba-tiba secara serentak
boneka makhluk halus mengagetkan dan jatuh di depan mata Laras.
“astagfirullahal’adzim! Toloooonngg
tolonngg” sontak Laras kaget menjerit dan melemparkan lilin yang sedang
dipegangnya secara spontan tidak sadar.
Ternyata boneka itu adalah salah
satu scenario penjebakan tim penyeleksi. Ternyata pula, salah satu teman Laras
yaitu Kahvi dengan sengaja mengunci pintu ruangan yang ditempati Laras.
Tak lama kemudian, cairan lilin dan
api itu mengenai buku-buku yang ada diruangan tersebut. Dengan rasa reflex dan
dibalut rasa takut atas kejadian tersebut, Laras mencoba memadamkan api itu
dengan mengambil buku yang ada disekitarnya, lalu ditepukan nya buku itu kepada
api yang berkobar kobar. Namun malah sebaliknya, api tersebut menjadi lebih
besar seperti yang tak pernah diduga Laras.
Laras panic, dia mencoba meminta
tolong dan mencoba keluar dari ruangan itu, tapi sialnya pintu utama perpus
terkunci oleh tangan jail Kahvi, teman Laras. Laras pun terperangkap dalam ruangan
tersebut.
Sedikit demi sedikit, api terus
menyebar keseluruh penjuru di ruangan tersebut, yang terus memakan buku-buku
disekitarnya.
Laras mencoba meminta tolong tapi
tak ada satupun yang mendengar teriakan Laras. “toloong tolooong, siapapun
diluar sana, tolong bukakan pintu ini, toloong”
Laras hanya dapat menangis atas
keputusasaanya dan terus berdoa agar dia terselamatkan dari jeratan bahaya
tersebut.
Ternyata keberuntungan berpihak pada
Laras, salah satu teman Laras melihat kejadian itu, dia segera meminta bantuan
kepada yang lain bahwa telah terjadi kebakaran. “tolooong, kebakaran
kebakaraaan” teriak teman Laras.
Para peserta crew, panitia, dan
guru-guru segera mendatangi asal muasal suara tersebut. “ada apa kamu
teriak-teriak?” Tanya panitia diklat.
“itu pak, bu, ruangan perpustakaan
kebakaran, dan Laras ada didalam sana” jawab teman Laras panik.
“kamu jangan mengada-ada, apa yang
kamu bicarakan?”Tanya seorang panitia diklat.
“sudah-sudah cukup, jangan ribut
seperti itu” ujar seorang guru.
“siapa yang pegang kunci
perpustakaan? Kenapa ruangan ini terkunci? Seharusnya kan tidak ada penguncian
ruangan!” Tanya tegas guru lain.
Serentak para peserta menjawab
“siap! Tidak tau bu!”
“ada kunci cadangan tidak? Coba
periksa!” Tanya sang guru.
“ini bu kuncinya” jawab panitia
dengan menyodorkan sebuah kunci cadangan.
“cepat buka pintunya sekarang, dan
angkat Laras!” teriak sang guru panik.
Tapi sangat disayangkan, sijago
merah mulai menyelimuti ruangan tersebut, dalam ruangan yang kecil dan ribuan
asap yang penuh sesak, membuat Laras sulit bernafas. Laras yang sudah tidak
kuat menahan panas nya api dan kabut asap yang tebal dari sijago merah itu,
Laras pun jatuh pingsan.
Para peserta crew, panitia dan
guru-guru berusaha menyelamatkan Laras dari ruangan tersebut. Akhirnya, Laras
pun berhasil diselamatkan dari cengkeraman si jago merah.
Untungnya, Laras baik-baik saja,
hanya kekurangan oksigen karena terlalu banyak menghirup asap, sehingga
membuatnya jatuh pingsan.
Disaat peristiwa tersebut, tampak
terlihat Laras sedang menggenggam buku kesayangannya yang separuh bentuk
tergores oleh api.
Api pun dapat dipadamkan atas
kerjasama semua peserta, panitia dan guru-guru. Tapi dengan sangat disayangkan,
ruangan tersebut beserta isinya habis termakan oleh lahapan lidah api, yang
tersisa hanya tinggal debu yang berterbangan.
Ketika kejadian tersebut, para guru
mengumpulkan semua calon peserta crew keruang aula. “perhatian anak-anak ku
yang ku cintai, atas kejadian kebakaran kemarin diruangan perpus, kami selaku
guru dan panitia meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kejadian tersebut.
Kejadian kemarin tidak kami rencanakan sebelumnya, itu terjadi secara tiba
tiba. Kami, selaku guru dan panitia yang bertugas dalam diklat tersebut meminta
maaf, terutama kepada Laras yang telah menjadi korban atas peristiwa tersebut.
Perlu kalian ketahui, bahwa dalam kejadian lusa tidak ada perencaan untuk
penguncian pintu selama dalam masa tahapan diklat, kami pun tidak tahu kenapa
ruangan perpus bisa terkunci seperti itu. Sekali lagi kami meminta maaf atas
kejadian tersebut” ucap seorang panitia.
Atas kejadian kebakaran itu, Kahvi
merasa terpukul, ia merasa bersalah, ia sadar bahwa apa yang telah dilakukannya
adalah merugikan orang lain sekaligus membahayakan nyawa Laras. Kahvi pun bertekad
untuk mengaku dihadapan teman temannya, panitia, serta guru, bahwa yang telah
membuat keonaran tersebut adalah dirinya sendiri, dan ia pun ingin meminta maaf
kepada semuanya. Dengan keberaniannya, Kahvi mengangkat tangan dan meminta izin
untuk berbicara dihadapan teman-temannya. “kak? Izin berbicara” ujar Kahvi.
“ya, ada apa vi?” jawab seorang
panitia.
“izin maju kedepan kak, saya ingin
mengatakan sesuatu kepada semua orang yang ada disini” ujar kahvi kembali
“apa yang mau kau bicarakan vi? Kaka
persilahkan kamu untuk berbicara disini” kata kaka panitia
“terimakasih kak” ucap Kahvi.
“teman-teman, kaka-kaka, serta
guru-guru yang ada disini, saya berdiri disini ingin menyampaikan permohonan
maaf saya kepada kalian semua, atas perlakuan saya kepada kalian semua. Mungkin
kalian bingung ada apa saya meminta maaf seperti ini, perlu kalian ketahui,
kejadian kebakaran kemarin pelakunya adalah saya” terang Kahvi.
Seluruh audience yang berada
diruangan tersebut merasa kaget.
Kahvi pun melanjutkan pernyataanya
“saya yang telah mengunci pintu perpus itu, saya yang telah mengunci Laras di
perpus itu, saya yang telah membuat Laras pingsan, dan akhirnya perpus
mengalami kebakaran. Saya pelakunya, saya lah pelakunya, saya minta maaf teman
teman, saya minta maaf, saya hanya ingin mengerjai Laras pada malam itu, saya
hanya ingin membuat Laras ketakutan. Tapi ternyata perilaku saya membahayakan
semuanya. Saya minta maaf. Tapi saya hanya menutup pintu perpus tersebut, saya
tidak melakukan proses bakar membakar perpus itu, sama sekali tidak”. Ujar
Kahvi dengan terang
Laras pun melanjutkan perkataan
Kahvi “saya yang menyebabkan kebakaran itu terjadi , saya dengan tidak sengaja
melemparkan lilin kearah buku buku itu, karena saya sangat takut kala itu,
karena muncul boneka menyeramkan didepan mata saya, sontak saya menjerti dan
melemparkan lilin itu.”
Panitia lain pun ikut menjelaskan
“maaf pak, bu, teman-teman, yang menaruh jebakan boneka itu adalah para
panitia, karena kita ingin mengetes nyali para peserta. Jika rencana yang telah
panitia buat kemarin dapat berakibat fatal seperti itu, kami selaku panitia
meminta maaf yang sebesar besarnya”.
Untuk mencairkan suasana, salah
seorang guru pun angkat bicara “baik anak-anak, kejadian ini memang sangat fatal sekali. Tapi mungkin ini
menjadi pembelajaran untuk kita semua, fikirkanlah apa yang akan terjadi
sebelum kalian bertindak, jangan ceroboh. Mungkin ini untuk yang pertama dan
terakhir, untuk kahvi, jangan diulangi lagi atas kejailanmu itu ya. Untuk
panitia, beri pembelajaran yang mendidik kepada peserta lain untuk nanti. Oke?”
“oke buuu” sorak seluruh audience
yang berada diruangan itu.
Setelah forum dibubarkan, Kahvi
mengunjungi Laras dan meminta maaf atas kejadian tersebut. “hai Ras.. gue minta
maaf yah atas kesalahan gue kemarin kemarin, gue gabermaksud untuk buat lo
celaka ko, gue niatnya cumin bercanda, udah itu aja”.
“iya gapapa kok vi, itu Cuma
musibah, udah gausah difikirin, aku udah maafin kamu kok” sambut Laras dengan
nada bersahabat.
“terimakasih Laras, gue ganyangka lo
bisa sebaik ini” ujar Kahvi.
“iya, udah gapapa” ujar Laras.
Laras memang sudah melupakan
kejadian kebakaran waktu itu, tapi dalam hidup Laras seperti ada yang hilang,
buku yang selalu menemaninya disekolah kini telah tiada, semuanya hancur lebur
tak tersisa.
Semua teman-teman Laras gempar akan
berita kebakaran malam itu. “Laras? Kamu gapapa? Ada yang luka ga?” Tanya teman
Laras panik.
“aku gapapa ko, terimakasih sudah
menghawatirkanku” ujar Laras senyum.
Karena kecintaan Laras terhadap buku
dan perpustakaan, yang mungkin sudah mendarah daging dalam jiwa Laras, sehingga
hal tersebut tidak dapat dipisahkan dalam hidup Laras. Berbagai upaya, Laras
mencari cara bagaimana perpustakaan ini dapat kembali berdiri bahkan sampai ke
kehidupan di Luar negeri.
Ketika para crew perpustakaan
berkumpul, Laras mengajukan usul “bagaimana jika kita mengumpulkan buku
masing-masing anggota yang masih layak baca, untuk pendirian perpustakaan
kembali?”.
“ide yang bagus, tambahan dari saya,
bagaimana jika kita mengadakan bakti social khusus penggalangan buku yang masih
layak baca, sekaligus kita adakan penggalangan dana untuk pembelian buku yang
lain” usul Kahvi.
“baiklah usul diterima” kata ketua
menyetujui.
Setelah buku terkumpul, mereka
membuat tempat kecil-kecilan untuk para pembaca buku. Dengan adanya tempat
perkumpulan buku baru, Laras sangat senang, karena peminat buku-buku menjadi
bertambah.
Laras kemudian memberikan usul
kembali “bagaimana jika kita membuat perpus berjalan, bukan hanya disekolah
tapi diluar sekolah juga, sekolah kita kan difasilitasi mobil, kenapa tidak
kita gunakan saja? Agar orang yang tidak mampu pun dapat membaca. Sekaligus
kita buat komunitas buku berjalan.”
“baiklah, kita akan persiapkan
semuanya, semangaaaat kawan” kata ketua.
“semangaaat” sorak para crew.
Ketika buku-buku itu diantar oleh
sebuah mobil berkeliling pelosok desa, dan anak jalanan, ternyata tanpa diduga,
mereka menyukai dengan kedatangannya buku-buku yang Laras dan kawan kawan bawa.
Anak jalanan, ibu-ibu yang buta huruf, anak kecil yang tidak dapat bersekolah,
menyambut dengan riang tentang adanya buku berjalan itu.
“kaka-kaka buku buat aku mana?”
Tanya seorang anak kecil dengan semangat.
“kakaaa aku mau baca”
“punya aku yang mana?”
“ini punya aku, punya aku, punya
akuuu”. Dengan antusias mereka berebut buku-buku itu.
“sudah adik-adik jangan berebut,
sini kaka pilihin buat kalian yaa” ucap Laras dengan member buku-buku kepada
anak-anak “ini buat kamu, buat kamu, dan buat kamu yaa”
Ketika buku dibagikan betapa
bahagianya mereka membaca buku itu, senyum tulus dari wajah-wajah mungil
mereka, tawa, canda mereka. Kini cita-cita ku sudah tercapai, keliling dunia
dengan perpustakaan, walaupun tidak sampai keluar negeri, setidaknya aku
menciptakan calon generasi generasi penerus bangsa untuk menghadirkan otak-otak
cemerlang ke Dunia.
*selesai*